Setiap orang menginginkan pernikahan yang telah mereka lakukan bisa langgeng sampai akhir hayat. Namun, terkadang kondisi di dunia nyata sangat timpang dengan angan-angan tersebut. Alih-alih hidup bersama sampai tua, banyak perkawinan yang harus bubar karena perceraian. Tingkat perceraian di Indonesia juga mengalami tren yang selalu bertambah. Data dari Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkama Agung mengungkapkan kalau pada tahun 2014 terjadi sebanyak 344.237 perceraian. Angka itu meningkat menjadi 347.256 perceraian pada 2015, dan 365.633 perceraian di tahun 2016. Alasan terjadinya perceraian itu juga beragam, mulai dari perbedaan dalam pandangan politik, masalah ekonomi, hingga terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Terkait masalah perceraian, hal yang sering terlupa adalah kewajiban keluarga dalam melakukan pembagian harta gono-gini, khususnya untuk anak. Hak dan Kewajiban Orang Tua Kepada Anak Sebelum membahas lebih jauh mengenai harta gono-gini anak, Anda perlu mengetahui hak serta kewajiban orang tua kepada anak terlebih dahulu. Hak dan kewajiban tersebut diatur secara lengkap dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pada pasal 45 dijelaskan bahwa orang tua memiliki kewajiban untuk memelihara serta mendidik anak sebaik-baiknya. Kewajiban ini, menurut UU tersebut, merupakan jenis tanggungan yang tidak bisa seenaknya diputus begitu saja, dan tetap berlaku meski kedua orang tua telah bercerai. Apalagi, tidak yang namanya mantan orang tua atau mantan anak, kan? Kewajiban memelihara serta mendidik anak ini akan gugur ketika anak sudah kawin atau hidup mandiri. Selain itu, perlu diperhatikan, bahwa menurut UU Perkawinan ini, anak yang berusia kurang dari 18 tahun dan belum melakukan perkawinan dianggap sebagai anak yang belum mandiri dan masih jadi tanggungan orang tua. Secara khusus, terkait usia anak yang dianggap belum mandiri dan dewasa, ada aturan lain yang bisa menjadi pertimbangan. KUH Perdata menuliskan bahwa batasan usianya adalah 21 tahun. Demikian pula dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Harta Gono-gini untuk Anak Dari aturan perundang-undangan tersebut, Anda sudah mengetahui kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh orang tua kepada, baik ketika berada dalam ikatan pernikahan ataupun tidak. Oleh karena itu, dalam pembagian harta gono-gini, anak juga harus mendapatkan porsi yang sesuai dengan kebutuhannya, terutama kalau anak masih dalam tanggungan orang tua. Lalu, bagaimana cara pembagian harta gono-gini untuk anak? Harta gono-gini adalah harta bersama dari pasangan suami istri. Pembagian harta tersebut sudah menjadi kewajiban kalau terjadi perceraian. Hanya saja, terkait pembagian harta bersama ketika terjadi perceraian, ada hal yang harus diperhatikan. Apakah Anda membuat perjanjian perkawinan yang mengatur tentang pemisahan harta milik suami dan istri? Perjanjian ini biasanya dibuat untuk mengatur pemisahan harta yang dihasilkan oleh masing-masing istri dan suami. Kalau ada perjanjian tersebut, maka pembagiannya dilakukan berdasarkan aturan yang telah ditetapkan. Sementara itu, kalau tidak ada perjanjian perkawinan, maka harta yang dihasilkan selama masa perkawinan merupakan harta milik bersama. Harta yang diperoleh suami juga merupakan kepemilikan istri, demikian pula sebaliknya. Hal tersebut telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH PERDATA) Pasal 119 yang merujuk pada UU Perkawinan. Dalam aturan ini, pembagian harta bersama harus dilakukan secara merata, baik terkait keuntungan ataupun kerugian selama menjalankan usaha bersama. Lalu, bagaimana kalau setelah terjadi perceraian, orang tua tidak mau membiayai anak? Kasus yang sering terjadi adalah, anak menjadi tanggungan sepenuhnya dari ibu dan seorang ayah lepas dari tanggung jawabnya. Dalam kondisi ini, ibu bisa mengajukan gugatan hukum dengan landasan wanprestasi. Baca juga: Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Cerai
0 Comments
Leave a Reply. |
Menulis Untuk Kami?Mau Artikel Anda masuk ke website kami. Kirimkan Artikel Anda ke [email protected] Archives
June 2018
Categories |